A. Konsep Model Pembelajaran Modifikasi Tingkah Laku
Keluarga model-model tingkah laku ini penekanannya adalah
atas usaha-usaha menciptakan sistem yang efesien bagi kegiatan-kegiatan
pemebelajaran dan modifikasi (shaping) tingkah laku
dengan manipulasi penguatan (reinforcement). Model modifikasi tingkah laku
mengenal perubahan-perubahan tingkah laku lalu itu mengutamakan
perubahan-perubahan eksternal tingkah laku peserta didik beserta deskripsinya berupa
tingkah laku yang tampak. Kedalam keluarga model ini diwakili oleh model
operant conditioning ( operant Conditioning Model). Model ini biasanya
dipergunakan secara luas untuk mencapai bermacam tujuan. Dapat pula
dipergunakan sebagai komplementer terhadap model-model lainnya. Dalam memilih
berbagai model biasanaya guru menggunakan strategi modifikasi tingkah laku dengan
tidak sengaja.
B.
Model-model sistem perilaku
Semua model dalam kelompok ini memiliki dasar teoritis
yang sama, suatu body of knowledge yang merujuk pada teori behavioral.
Model-model ini menenkankan pada upaya untuk mengubah perilaku yang tampak dari
para siswa. Beberapa model yang termasuk dalam kategori ini antara lain:
1. Model
instruksi langsung
Instruksi langsung memainkan peran yang terbatas namun
penting dalam program pendidikan yang komprehensif. Kritik terhadap instruksi
langsung memperingatkan pada kita bahwa pendekatan ini seharusnya tidak
digunakan setiap saat, untuk semua pendidikan atau untuk semua siswa. Bebrapa
keunggulan terpenting dari instruksi langsung ini adalah adanya fokus akademik,
arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi terhadap perkembangan siswa,
sistem manajemen waktu, dan atmosfer akademik yang relatif stabil.
a. Sintaks
Tahap 1: orientasi
1.
Guru
menentukan materi pelajaran
2.
Guru
meninjau pelajaran sebelumnya
3.
Guru
menentukan tujuan pelajaran
4.
Guru
menentukan prosedur pengajar
Tahap
2: Presentasi
1)
Guru
menjelaskan konsep atau keterampilan baru
2)
Guru
menyajikan representasi visual atas tugas yang diberikan
3)
Guru
memastikan pemahaman
Tahap
3: praktik yang terstruktur
1.
Guru
menuntun kelompok siswa dengan contoh praktik dalam beberapa langkah
2.
Siswa
merespon pertanyaan
3.
Guru
memberikan koreksi terhadap kesalahan dan memperkuat praktik yang telah benar
Tahap
4: praktik dibawah bimbingan
1)
Siswa
berpraktik secara semi-independen
2)
Guru
menggilir siswa untuk melakukan praktik dan mengamati praktik
3)
Guru
memberikan tanggapan balik berupa pujian, bisikan, maupun petunjuk
Tahap
5: praktik mandiri
1.
Siswa
melakukan praktik secara mandiri di rumah atau dikelas
2.
Guru
menunda respon balik dan memberikannya di akhir rangkaian praktik
3.
Praktik
mandiri dilakukan beberapa kali dalam periode waktu yang lama
b. Sistem
sosial
Sistem sosial dala
model instruksi langsung ini benar-benar terstruktur
c. Peran/
tugas guru
Tugas guru adalah
menyediakan pengetahuan mengenai hasil-hasil, membantu siswa mengandalkan diri
mereka sendiri, dan memberikan reinforcement. System dukungan mencakup
rangkaian tugas pembelajaran, yang terkadang sama rumitnya dengan seperangkat
materi yang dikembagkan sendiri oleh tim instruktur
d. System
dukungan
Lingkungan
instruksi langsung adalah tempat dimana pembelajaran menjadi fokus utama dan
tempat dimana siswa terlibat dalam tugas-tugas akademik dalam waktu tertentu
untuk rating kesuksesan yang tinggi
e. Pengaruh
Model ini
sebagaimana namanya adalah bimbingan dan pemberian respon balik secara
langsung. Model ini menuntun siswa untuk mendekati materi akademik secara
sistematik. Rancangannya dibentuk untuk meningkatkan dan memelihara motivasi,
melalui aktivitas pengendalian diri dan penguatan ingatan terhadap
materi-materi yang telah dipelajari.
2. Model
simulasi
Simulasi
pada hakikatnya di dasarkan pada prinsip sibernetik yang di hubungkan dengan
komputer. Fokus utama dalam teori ini adalah munculnya kesamaan antara mekanisme
kontrol timbal balik system elektronik dengan sistem-sistem manusia. Dengan
simulasi, tugas pembelajaran dapat di rancang sedemikian rupa agar tidak begitu
rumit daripada tampak di dunia nyata, sehingga siswa bisa dengan mudah dan
cepat menguasai skill yang tentu saja akan sangat sulit ketika mereka mencoba
menguasai di dunia nyata.
a. Sintaks
Tahap 1: orientasi
1.
Guru
menyajikan topik mengenai simulasi dan konsep yang akan dipakai dalam aktivitas
simulasi
2.
Guru
menjelaskan simulasi dan permainan
3.
Guru
menyajikan ikhtiar simulasi
Tahap
2: latihan partisipasi
1)
Guru
membuat skenario (aturan, peran, prosedur, skor, tipe keputusan yang akan
dipilih dan tujuan)
2)
Guru
menugaskan peran simulasi kepada siswa
3)
Siswa
melaksanakan praktik dalam jangka waktu yang singkat
Tahap 3: pelaksanaan simulasi
1.
Guru
memimpin aktivitas permainana dan administrasi permainan
2.
Siswa
mendapat umpan balik dan evaluasi (mengenai penampilan dan pengaruh keputusan)
3.
Guru
menjelaskan kesalahan konsepsi
4.
Siswa
menlanjutkan simulasi
Tahap 4: wawancara siswa
1)
Guru
menyimpulkan kejadian dan persepsi
2)
Siswa
menyimpulkan kesulitan dan pandangan-pandangannya
3)
Guru
dan siswa menganalisis proses
4)
Guru
dan siswa membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata
5)
Siswa
menghubungkan aktivitas simulasi dengan materi pelajaran
6)
Guru
menilai dan kembali merancang simulasi
b. System sosial
System sosial
adalah simulasi yang tentu saja sangat kental. Namun, dalam sistem yang
terstruktur, lingkungan pembelajaran dengan interaksi kooperatif bisa, dan
seharusnya berkembang. Kesuksesan terakir dalam simulasi sebenarnya juga di
tentukan oleh kerja sama dan kemauan untuk berpartisipasi dalam diri siswa.
c. Peran/
tugas guru
Peran guru tidak
jauh berbeda dengan fasilitator. Selama proses simulasi ia harus menunjukkan
sikap yang tidak evaluatif namun tetap suportif. Disini guru bertugas
menyajikan, lalu memfasilitasi pemahaman dan penafsiran tentang aturan-aturan
simulasi.
d. Sistem pendukung
Ada banyak sumber
dalam hal ini. Misalnya saja, social science education consortium data book yang
menyajikan lebih dari lima puluh simulasi yang cocok digunakan dalam studi
sosial. Aktivitas-aktivitas simulasi juga direview secara regular dalam jurnal social
education.
e. Pengaruh
Model simulasi
malalui aktivitas nyata dan diskusi di awal kegiatan dapat menuntun pada
pencapaian hasil-hasil akademik seperti konsep dan skill, kerjasama dan
persaingan, pemikiran kritis dan pembuatan keputusan, pengetahuan sistem
politik, sosial, dan ekonomi, efektifitas, kesadaran terhadap masing-masing
peran dan menerima konsekuensi yang dilakukan.
3. Operant
Conditioning (Operant Conditioning Model)
Pengetahuan tentang operant conditioning model ini
berasal dari ilmuwan B.F Skinner dari hasil penleitian yang menunjukkan bahwa
melalui hubungan antara tindakan tindakan dengan konsekuensinya, kita belajar
berprilaku dengan cara-cara tertentu. Model ini merupakan proses pembelajaran
melalui rewards dan punishmant, atau disebut juga instrumental conditioning,
yakni perilaku kita biasanya menghasilkan konsekuensi. Jika aktivitas yang kita
lakukan berdampak menyenangkan
(positif), maka dimasa yang akan datang kita cenderung untuk tdak
mengulangnya. Gejala ini disebut sebagai the law of effect yang sangat fundamental
bagi operant conditioning.
a.
Sintaks
Fase I : Perhatian (attention)
Fase II : Penguasaan (retention)
Fase III: Penciptaan Kembali Perilaku (behavioral
reproduction)
Fase IV : Motivasi (Motivation)
b.
Prinsip
Reaksi
a)
Guru
memberi model sebagaa petunjuk kepada peserta didik bagaimana aktivitas yang
efektif
b)
Peserta
didik melakukan aktivitas berdasarkan model (meniru) yang diberikan
c)
Guru
memberi motivasi dan penghargaan
c.
Sistem
Sosial
a)
Punishment
merupakan penetapan konsekuensi negatif atas perilaku yang tidak diinginkan.
Punishment ditetapkan agar perilaku tersebut tidak dilakukan.
b)
Extinction
merupakan satu proses penghilangan perilaku yang semula diharapakan untuk
dilakukan. Extinction dlakukan dengan cara tidak lagi memberikan konsekuensi
atas perilaku yang semula diinginkan tersebut atau dengan cara mengehntikan
konsekuensi positif atas perilaku yang di hilangkan.
d.
Sistem
Pendukung
Sistem pendukungnya terutama terletak pada kompetensi
guru mengenal karakteristik peserta didk, khususnya kondisi mental dan kejiwaan
peserta didik.
C.
Karakteristik Modifikasi
Perilaku
1.
Fokus pada perilaku
(focuses on behavior)
Fokus pada perilaku artinya menempatkan penekanan
pada perilaku yang dapat diukur berdasarkan atas dimensi-dimensinya, seperti frekuensi, durasi, dan
intensitasnya. Karena itu metode modifikasi perilaku selalu mengamati dan
mengukur setiap tahap perubahan sebagai indikator dari berhasil atau tidaknya
program bantuan yang diberikan. Dalam modifikasi perilaku, akan menghindari
label-label interpretatif dan sistem diagnostik (avoid interpretive labels and
diagnostic systems), serta fokus pada perilaku yang berkekurangan atau yang
berlebihan (focus on behavioral deficits or behavioral excess). Dalam modifikasi
perilaku, mengkategorikan apakah suatu perilaku sebagai berlebihan atau
kekurangan merupakan langkah yang mutlak, sehingga dapat dipahami secara pasti
mana perilaku yang termasuk excesses atau berlebihan dan akan dikurangi atau
yang termasuk deficit atau berkekurangan dan akan ditingkatkan.
Modifikasi perilaku berfokus pada perilaku yang
harus diubah. Seseorang yang perilakunya harus mendapatkan teknik
modifikasi perilaku adalah menunjukkan perilaku yang berbeda dari yang
diharapkan di sekolah atau masyarakat dan membutuhkan perbaikan.
Ada
dua bentuk target perilaku dalam modifikasi perilaku:
a.
Behavioral exceses adalah perilaku target yang negatif (tidak
layak) yang ingin dikurangi frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya:
perilaku merokok.
b.
Behavioral deficit adalah aladah target perilaku yang positif
(lanyak) yang ingin ditingkatkan frekuensi, durasi, atau intensitasnya,
contohnya: perilaku gemar membaca.
2.
Menekankan pengaruh
belajar dan lingkungan (emphasizes influences of learning and the environment)
Modifikasi perilaku juga menekankan pengaruh
belajar dan lingkungan, artinya bahwa prosedur dan teknik tritmen menekankan
pada modifikasi lingkungan tempat dimana individu tersebut berada, sehingga
membantunya dalam berfungsi secara lebih baik dalam masyarakat. Lingkungan
tersebut dapat berupa orang, objek, peristiwa, atau situasi yang secara
langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap kehidupan seseorang.
3.
Mengikuti pendekatan
ilmiah (takes a scientific approach)
Mengikuti pendekatan ilmiah artinya bahwa
penerapan modifikasi perilaku memakai prinsip-prinsip dalam psikologi belajar,
dengan penempatan orang, objek, situasi, atau peristiwa sebagai stimulus, serta
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
4.
Menggunakan metode-metode
aktif dan pragmatik untuk mengubah perilaku (uses pragmatic and active methods
to change behavior)
Menggunakan metode-metode aktif dan pragmatik
untuk mengubah perilaku maksudnya bahwa dalam modifikasi perilaku lebih
mengutamakan aplikasi dari metode atau teknik-teknik yang telah dikembangkan
dan mudah untuk diterapkan.
D.
Prinsip-Prinsip Dalam Modifikasi Perilaku
1) Kebanyakan
tingkah laku manusia adalah hasil belajarnya, karena itu dapat diubah dengan belajar.
2) Target
tingkah laku yang mudah diubah adalah tingkah laku yang dapat diamati dan dapat
diukur. Tingkah laku itu perlu dirinci dengan jelas indikatornya
3) Tingkah laku dapat diubah dengan memanipulasi kondisi
belajar.
4) Meskipun ada keterbatasan tertentu (pengaruh temperamen
atau emosional), semua anak berfungsi lebih efektif , jika mengalami
konsekuensi yang tepat.
1.
Reinforcement merupakan konsekuensi yang
memperkuat tingkah laku yang diinginkan.
2.
Hukuman merupakan konsekuensi yg melemahkan
tingkah laku yg tidak diinginkan.
5)
Tingkah
laku seseorang dapat diatur, diubah dengan memberikan konsekuensi terhadap
tingkah laku orang itu sendiri.
E. Teknik
Modifikasi Tingkah Laku
Pendekatan pengubahan tingkah laku didasarkan pada
teori yang mantap, yaitu prinsip – prinsip psikologi behavioral. Pada dasarnya
bahwa semua tingkah laku itu dipelajari, baik tingkah laku yang di sukai maupun
tingkah laku yang tidak disukai. Seorang melakukan tindakan menyimpang tersebut
karena satu atau dua alasan, yaitu telah mempelajari tingkah laku yang
menyimpang itu, atau belum mempelajari tingkah laku yang sebaiknya.
Teknik-teknik pengubahan perilaku antara lain
1. Penguatan
positif
Penguatan positif berupa
memberikan stimulus positif, berupa ganjaran atau pujian terhadap perilaku atau
hasil yang memang diharapkan, misalnya berupa ungkapan seperti “Nah seperti ini
kalau mengerjakan tugas, tulisannya rapi mudah dibaca”.
Jenis-jenis penguatan
positif itu ada yang:
1) Penguatan primer (dasar)
yaitu penguatan-penguatan yang tidak dipelajari dan selalu diperlukan untuk
berlangsungnya hidup, seperti, makanan, air, udara yang segar dan sebagainya.
Suasana seperti ini dapat membentuk perilaku siswa yang baik dan betah di dalam
kelas
2) Penguatan sekunder
(bersyarat) yang menjadi penguat sebagai hasil proses belajar atau dipelajari,
seperti diperhatikan, pujian (penguat sosial), nilai angka, rangking (penguatan
simbolik), kegiatan atau permainan yang disenangi siswa (penguatan bentuk
kegiatan).
2. Penghukuman
Penghukuman merupakan
pemberian stimulus yang tidak menyenangkan untuk menghilangkan dengan segera
perilaku peserta didik yang tidak dikehendaki. Tindakan hukuman dalam
pergelolaan kelas masih bersifat kontroversial (dipertentangkan). Sebagian
menganggap bahwa hukuman merupakan alat yang efektif untuk dengan segera
menghentikan tingkah laku yang tidak dikehendaki, sekaligus merupakan contoh
“yang tidak dikehendaki” bagi siswa lain. Sebagian lain melihat bahwa akibat sampingan
dari hubungan pribadi antara guru (yang menghukum) dan siswa (terhukum) menjadi
terganggu, atau siswa yang dihukum menjadi “Pahlawan” di mata teman-temannya.
Pendekatan penghukuman ini
dianggap bermanfaat bila untuk segera menghentikan, menghilangkan penampilan
tingkah laku yang tak disukai untuk segera dan sambil melaksanakan sistem
penguatan yang tepat bagi kelayakan penampilan perilaku tertentu yang disukai.
3. Penguatan Negatif
Penguatan negative adalah
berupa peniadaan tingkah laku yang tidak disukai (biasanya berupa hukuman) yang
selalu diberikan, karena seseorang yang bersangkutan telah meninggalkan tingkah
laku yang menyimpang. Dengan demikian diharapkan tingkah laku seseorang yang
lebih baik itu akan ditingkatkan frekuensinya.
Ada beberapa hal yang
perlu memperoleh perhatian dalam mengimplementasikan pendekatan modifikasi
perilaku teknik penguatan negative yaitu hindari pemberian stimulus yang
menyakitkan, berikan stimulus secara bervariasi, berikan penguatan dengan
segera, sasarannya jelas dan keantusiasan.
4. Penghilangan
Penghilangan adalah upaya mengubah perilaku
seseorang dengan cara menghentikan pemberian respon terhadap suatu perilaku
peserta didik yang semula dilakukan dengan respon tersebut. Pengilangan ini
menghasilkan penurunan frekuensi tingkah laku yang semula mendapat penguatan.
5. Penundaan
Penundaan merupaan
tindakan tidak jadi memberikan ganjaran atau pengecualian pemberian ganjaran
untuk orang-orang tertentu. Penundaan seperti ini menurunkan frekuensi
penguatan dan menurunkan frekuensi tingkah laku yang dimaksud itu.
F. Teori-Teori
Belajar Dalam Aliran Behaviorisme
1.
Ivan
Petrovich Pavlov
Ivan Petrovich Pavlo atau lebih dikenal dengan nama singkat Pavlov,
adalah seorang lulusan sekolah kependetaan dan melanjutkan belajar ilmu
kedokteran di Militery Medical Acadeny, St. Petersburg. Pada tahun 1879, ia
mendapatkan gelar ahli ilmu pengetahuan alam.
Ivan Pavlov melakukan eksperimen terhadap anjing, Pavlov melihat selama
penelitian ada perubahan dalam waktu dan rata-rata keluarnya air liur pada
anjing (salivation). Pavlov
mengamati, jika daging diletakkan dekat mulut anjing yang lapar, anjing akan
mengeluarkan air liur. Hal ini terjadi karena daging telah menyebabkan
rangsangan pada anjing, sehingga secara otomatis ia mengeluarkan air liur.
Walau pun tanpa latihan atau dikondisikan sebelumnya, anjing pasti akan
mengeluarkan air liur jika dihadapkan pada daging. Dalm percobaan ini, daging
disebut dengan stimulus yang tidak dikondisikan (unconditionied stimulus). Dan karena salvia itu terjadi secara otomatis pada saat daging diletakkan di
dekat anjing tanpa latihan atau pengkondisian, maka keluarnya salvia pada anjing tersebut dinamakan
sebagai respon yang tidak dikondisikan (unresponse
conditioning).
Kalau daging dapat menimbulkan salvia pada anjing tanpa latihan atau
pengalaman sebelumnya, maka stimulus lain, seperti bel, tidak dapat
menghasilkan selvia. Karena stimulus tersebut tidak menghasilkan respon, maka
stimulus (bel) tersebut disebut dengan stimulus netral (neutral stimulus). Menurut eksperimen Palvo, jika stimulus netral
(bel) dipasngkan dengan daging dan dilakukan secara berulang, maka stimulus
netral akan berubah menjadi stimulus yang dikondisikan (conditioning stimulus)
dan memiliki kekuatan yang sama untuk mengarahkan respon anjing seperti ketika
ia melihat daging. Oleh karena itu, bunyi bel sendiri akan dapat menyebabkan
anjing akan mengeluarkan selvia. Proses ini dinamakan classical conditioning.
Bila ditelusuri, Pavlov yang pada saat ini meneliti anjingnya sendiri,
melihat bahwa bubuk daging membuat seekor anjing mengeluarkan air liur. Maka
yang dilakukan pavlvo adalah sebelum memberikan bubuk daging itu ada
membunyikan bel terlebih dahulu. Setelah dilakukan beberapa kali pengulangan,
maka anjing itu akan mengeluarkan air liurnya setelah mendengar bel berbunyi,
meski tidak diberikan daging lagi. Dari percobaan yang dilakukan oleh Pavlov,
dapat disimpulkan bahwa:
a. Anjing
belajar dari kebiasaan.
b. Dengan
pengulangan bunyi bel sehingga mengeluarkan air liur.
c. Bunyi
bel merupakan stimulus yang akhirnya akan menghasilkan respon bersyarat.
d.
Bunyi bel yang pada mulanya netral
tetapi setelah disertai mediasi berupa bubuk daging, lama-kelamaan berubah
menjadi daya yang mampu membangkitkan respon.
Berdasarkan hasil eksperimen itu Pavlov menyimpulkan bahwa hasil
eksperimennya juga dapat diterapkan pada manusia untuk belajar. Impilkasi hasil
eksperimen tersebut pada belajar manusia adalah:
a) Belajar
adalah membentuk asosiasi antara stimulus respon secara selektif.
b) Proses
belajar akan berlangsung apabila diberi stimulus bersyarat.
c) Prinsip
belajar pada dasarnya merupakan untaian stimulus-respon.
d) Menyangkal
adanya kemampuan bawaan.
e)
Adanya clasical conditioning.
Eksperimen Pavlov tersebut kemudian
dikembangkan oleh pengikutnya yaitu BF. Skinner (1933) dan hasilnya
dipublikasikan dengan judul Behavior
Organism. Prinsip-prinsip kondisioning klasik ini dapat diterapkan di dalam
kelas. Woolfolk dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007), menyatakan sebagai
berikut:
a.
Memberikan
suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar, misalnya
menekankan kepada kerja sama, dan kompitisi antar kelompok individu. Membuat
kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan menciptakan ruang baca yang nyaman
dan enak serta menarik dan lain sebagainya.
b.
Membantu
siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau
menekan, misalnya: mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain
cara memahami materi pelajaran, membuat tahap jangka pendek untuk mencapai
tujuan jangka panjang, misalnya dengan memberikan tes harian, mingguan, agar
siswa dapat menyimpan apa yang dipelajari dengan baik.
c.
Membantu
siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga
mereka dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara tepat. Misalnya,
meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sekolah yang lebih
tinggi tingkatannya atau perguruan tiggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes
akademik lainnya yang pernah mereka lakukan.
2.
Edward LeeThorndike
Edward
Lee Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan
Amerika. Edward awalnya melakukan penelitian tentang prilaku binatang sebelum
tertarik pada psikologi manusia. Dan
pertama kali mengadakan eksperimen hubungan stimulus dan respon dengan hewan
kucing melalui prosedur yang sistematis. Ekseperimennya yaitu: Kucing yang
lapar dimasukkan ke dalam kotak kerangkeng (puzzle box) yang dilengkapi pembuka
bila disentuh. Di luar diletakkan daging. Kucing dalam kerangkang bergerak
kesana kemari mencari jalan keluar, tetapi gagal. Kucing terus melakukan usaha
dan gagal, keadaan ini berlangsung terus-menerus. Tak lama kemudian kucing
tanpa sengaja menekan tombol sehingga tanpa sengaja pintu kotak kerangkeng
terbuka dan kucing dapat memakan daging di depannya.
Percobaan
Thorndike tersebut diulang-ulang dan pola gerakan kucing sama saja namun makin
lama kucing dapat membuka pintunya. Gerakan usahanya makin sedikit dan efisien.
Pada kucing tadi terlihat ada kemajuan-kemajuan tingkah lakunya. Dan akhirnya
kucing dimasukkan dalam box terus dpat menyentuh tombol pembuka (sekali usaha,
sekali terbuka), hingga pintu terbuka.
Thorndike
menyatakan bahwa prilaku belajar manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di
lingkungan sehingga menimbulkan respon secara refleks. Stimulus yang terjadi
setelah sebuah prilaku terjadi akan mempengaruhi prilaku selanjutnya. Dari
eksperimen ini Thorndike telah mengembangkan hukum Law Effect. Ini berarti jika sebuah tindakan diikuti oleh sebuah
perubahan yang memuskan dalam lingkungan, maka kemungkinan tindakan itu akan
diulang kembali akan semakin meningkat. Sebaliknya jika sebuah tindakan diikuti
oleh perubahan yang tidak memuaskan, maka tindakan itu menurun atau tidak
dilakukan sama sekali. Dengan kata lain, konsekuen-konsekuen dari prilaku
sesorang akan memainkan peran penting bagi terjadinya prilaku-prilaku yang akan
datang.
Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan dan tindakan. Dari
definisi belajar tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat
dari kegiatan belajar itu dapat brwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau
yang tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
3.
Burrhus Frederic Skinner
Skinner
dilahirkan pada 20 Mei 1904 di Susquehanna Pennylvania, Amerika Serikat. Masa
kanak-kanaknya dilalui dengan kehidupan yang penuh dengan kehangatan namun,
cukup ketat dan disiplin.meraih sarjana muda di Hamilton Colladge, New York,
dalam bidang sastra Inggris. Pada tahun 1928, Skinner mulai memasuki kuliah
psikologi di Universitas Harvard dengan mengkhususkan diri pada bidang tingkah
laku hewan dan meraih doktor pada tahun 1931.
Dari
tahun 1931 hingga1936, Skinner bekerja di Harvard. Penelitian yang dilakukannya
difokuskan pada penelitian menegenai sistem syaraf hewan. Pada tahun 1936 sampai
1945, Skinner meneliti karirnya sebagai tenaga pengajar pada universitas
Mingoesta. Dalam karirnya Skinner menunjukkan produktivitasnya yang tinggi
sehingga ia dikukuhkan sebagai pemimpin Brhaviorisme yang terkemuka di Amerika
Serikat.
Skinner
merupakan seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu
dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol
tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam
lingkungan yang relatif besar.
Menagement
kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara
lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang
diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat.
Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif
atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali
atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Teori
belajar behaviorisme ini telah lama dianut oleh para guru dan pendidik, namun
dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori belajar Behaviorisme. Program-program pembelajaran
seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat merupakan program-program pembelajaran
yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh skinner
Menurut
skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati – unsur
terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan ( penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk
penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk
penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner
tidak sependapat pada asumsi yang dikemukakan Guthrie bahwa hukuman memegang
peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut skinner
:
a.
Pengaruh hukuman terhadap perubahan
tingkah laku sangat bersifat sementara.
b. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan
terkondisi (menjadi bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung
lama.
c. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain
(meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman.
d.
Hukuman
dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk
dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut
sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman.
Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus)
agar respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan
penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama
menjadi semakin kuat. Misalnya, seseorang siswa perlu dihukum karena melakukan
kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukumannya
harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu yang tidak mengenakkan siswa (sehingga
ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini
mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahnnya, maka inilah yang disebut
penganut negatif. Lawan dari penganut negatif adalah penguat positif (positive reinforcement). Keduanya
bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah bahwa penguat positif
itu ditambah, sedangkan penganut negatif adalah dikurangi untuk memperkuat
respon.
SUMBER
Sarbaini. Model
Mengajar Berbasis Kognitif dan Moral. (Yogyakarta: Aswijaya Pressindo,
2011). H. 39.
Sardiman. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011). h. 47.
Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Beriorentasi Standar Proses Pendidikan.
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006). H. 94.
Abdul Azis Wahab. Metode dan Model-Model Mengajar. (Bandung: Alfabeta. 2012).
H. 52
Agus Suprijono. Cooperative Learning. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). H. 17.
M. Sukarjo dan Ukim Komarudin. Landasan Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2012) H.34.
Zalyana.
Psikologi Pembelajaran Bahasa Arab. (Pekanbaru: Almujtahadah Press, 2010)
H. 106-107.
Mark K. Smith, dkk. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. (Jogjakarta: Mirza Media
Pustaka, 2010) H 75.
Zalyana.
Psikologi Pembelajaran Bahasa Arab. H 113-114.
C. Asri Budiningsih. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005) H. 21.
Zalyana,
Psikologi Pembelajaran Bahasa Arab. H 115.
C. Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran. H. 24.
Zalyana,
Psikologi Pembelajaran Bahasa Arab. H 127-128