A.
Model Pembelajaran Sosial
Model
pembelajaran adalah pola yang digunakan dalam proses pembelajaran yang berisi
berbagai teori pelaksanaan pembelajaran yang berkenaan dengan strategi
pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran, dan pendekatan
pembelajaran. (Uno, Hamzah : 2008)
Mengapa dikatakan model pembelajaran social ?
Karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam kategori ini menekankan
hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model dalamkategori
ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam berhubungan dengan
orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja secara produktif dalam
masyarakat.
B. Model Pembelajaran Kooperatif
Salah satu asumsi
yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif (cooperativ learning)
adalah bahwa sinergi yang muncul melalui kerjasama akan meningkatkan motivasi
yang jauh lebih besar daripada melalui lingkungan kompetitif individual.
Kelompok-kelompok sosial integratif memiliki pengaruh yang lebih besar daripada
kelompok yang dibentuk secara berpasangan. Perasaan saling keterhubungan
(feeling of connectedness), menurut mereka, dapat menghasilkan energi yang
positif.
1.
Sintak
Tahap 1
a)
Guru
memilih metode, teknik, dan struktur pembelajaran kooperatif
b)
Guru
menata ruang kelas untuk pembelajaran kelompok
c)
Guru
merangking siswa untuk pembentukan kelompok
d)
Guru
menentukan jumlah kelompok
e)
Guru
membentuk kelompok-kelompok
Tahap 2:
Pelaksanaan Pembelajaran
a)
Siswa
merancang team building dengan identitas kelompok
b)
Siswa
dihadapkan pada persoalan
c)
Siswa
mengeksplorasi persoalan
d)
Siswa
merumuskan tugas dan menyelesaikan persoalan
e)
Siswa
bekerja mandiri, lalu belajar kelompok
Tahap 3: Penilaian
Kelompok
a)
Guru
menilai dan menskor hasil kelompok
b)
Guru
memberi penghargaan pada kelompok
c)
Guru
dan siswa mengevaluasi perilaku anggota kelompok
2.
Sistem
sosial
Sistem sosial dalam model kooperatif
begitu menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis yang didasarkan pada
kesepakatan kolektif antaranggota dalam setiap kelompok. Aktivitas kelompok
disajikan melalui struktur eksternal minimalis yang dimediasi oleh seorang
guru. Siswa maupun guru memiliki status yang sama namun peran yang berbeda
dalam mengektifkan pembelajaran kooperatif ini.
3.
Peran/tugas
guru
Dalam model ini, guru terkadang berperan
sebagai konselor, konsultan, dan terkadang pula sebagai pemberi kritik yang
ramah.
4.
Sistem
dukungan
Sistem dukungan dalam pembelajaran
kooperatif haruslah ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa.
Sekolah harus dilengkapi dengan sebuah ruang perpustakaan yang menyediakan
informasi dari berbagai macam media, sekolah juga harus bisa menyediakan akses
terhadap referensi-referensi luar.
5.
Pengaruh
Model ini sangatlah menarik dan bermanfaat
serta komprehensif, ia memadukan antara tujuan penelitian akademik, integrasi
sosial, pembelajaran, proses kolektif. Model ini bisa diterapkan untuk semua
subjek pelajaran pada siswa dalam semua tingkat umur, jika guru memang
berkeinginan untuk menekankan proses formulasi dan pemecahan masalah dalam
beberapa aspek ilmu pengetahuan dibanding memasukkan informasi yang belum
terstruktur dan belum ditetapkan. Diantara pengaruh instruksional model ini
adalah efektifitas pengelolaan kelompok, kontruksi pengetahuan dan disiplin
dalam penelitian kolaboratif. Sementara itu, pengaruh pengiringnya antara lain
: kemandirian sebagai pembelaja, penghargaan pada hak orang lain, penelitian
sosial sebagai pandangan hidup, dan kehangatan dan interprestasi personal.
C.
Model
Pembelajaran Bermain Peran
Bermain peran adalah sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu
siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema
dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar
menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan
memikirkan prilaku dirinya dan prilaku orang lain.
Model
pembelajaran bermain peran merupakan puncak (klimaks) pada model pembelajaran
berbicara.Artinya model pembelajaran ini sebagai tataran tertinggi dalam
model pembelajaran berbicara.Jika dalam model pembelajaran lainya masih
terdapat campur tangan guru, maka dalam bermain peran ini sudah hampir 100%
murni dari inisiatif, spontanitas dan pemikiran peserta didik.Dalam praktiknya
bermain peran ini menyerupai sandiwara atau drama, hanya saja dalam bentuk yang
lebih kecil atau sederhana. Maka peserta didik akan memperoleh peran dan teks
dialog yang harus dihafalkan untuk ditampilkan di depan kelas
Terdapat
empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan
perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model
mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
1. Secara
implicit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman
dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi “di sini pada saat ini”.
Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan
analogy[1][10] mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap analogy
yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan
respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
2. Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta
didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin
pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional
merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih
menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan
antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain
peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan
pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran;
sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah
yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih
ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran
keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
3. Model
bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar
untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu
datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat
terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik
dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang
pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu
mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran
mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil
menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang
sedang dihadapi.
4. Model
bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap,
nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui
kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan
demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan
orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau
diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai
sikap dan nilai yang dimilikinya.
Dari empat asumsi di atas terlihat dengan jelas dasar
pembelajaran bermain peran itu adalah untuk mengembangkan prilaku dan
nilai-nilai sosial. Materi pembelajaran yang diberikan disesuaikan dengan
kehidupan kekinian para siswa, peserta didik dapat mengungkapkan perasaannya
drngan orientasi kebaikan dan kegagalan dari individu lain, peserta didik dapat
belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada
gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal,
dan para pserta didik dapat menguji
sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang
dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah.
Dasar-dasar ini
yang membuat model bermain peran banyak disukai, baik oleh peserta didik maupun
para pendidik itu sendiri.Model ini disamping pelaksanaannya sangat menyentuh
sampai ke asfek keterampilan yang dimiliki siswa, model ini juga sangat mudah
dan praktis dalam pelaksaannya, lebih praktisnya model ini dapat digunakan
dimana saja terutama di alam terbuka adalah suatu tempat yang sangat baik dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan model bermain peran ini.
Model ini memberikan kesempatan kepada
siswa-siswa untuk praktik menempatkan diri meraka dalam peran-peran dan
situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai dan
situasi yang akan menigkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai dan
keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain.
Sintak
Tahap 1: pemanasan suasana kelompok
a. Guru
mengidentifikasi dan memaparkan masalah
b. Guru
menjelaskan masalah
c. Guru
menafsirkan masalah
d. Guru
menjelaskan role playing/bermain peran
Tahap
2: seleksi partisipan
a. Guru
menganalis peran
b. Guru
memilih pemain (siswa) yang akan melakukan peran
Tahap
3 : pengaturan setting
a. Guru
mengatur sesi-sesi peran
b. Guru
menegaskan kembali tentang peran
c. Guru
dan siswa mendekati situasi yang
bermasalah
Tahap 4 ; persiapan pemilihan siswa
sebagai pengamat
a. Guru
dan siswa memutuskan apa yang dibahas
b. Guru
memberi tugas pengamatan terhadap salah seorang siswa
Tahap
5 : pemeranan
a. Guru
dan siswa memulai role play
b. Guru
dan siswa mengukuhkan role play
c. Guru
dan siswa menyudahi role play
Tahap
6 : diskusi dan evaluasi
a. Guru
dan siswa mereview pemeranan (kejadian, posisi, kenyataan)
b. Guru
dan siswa mendiskusikan focus-fokus utama
c. Guru
dan siswa mengembangkan pemeranan selanjutnya.
Tahap 7 : pemeranan kembali
a. Guru
dan siswa memainkan peran yang berbeda
b. Guru
memberi masukan atau alternative perilaku dalam langkah selanjutnya.
Tahap 8 : diskusi dan evaluasi
Dilakukan sebagaimana pada tahap 6
Tahap 9 : sharing dan genaralisasi
pengalaman
a. Guru
dan siswa menghubungkan situasi yang diperankan dengan kehidupan didunia nyata
dan masalah-masalah yang muncul
b. Guru
menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku
System
social
System
social dalam model ini cukup terstruktur. Guru meiliki tanggung jawab,
setidak-tidaknya pada awal permainan, untuk memulai tahap-tahap dan membimbing
siswa melalui aktivitas dalam tiap tahap. Meski demikian materi khusus dalam
diskusi dan pemeranan ditentukan oleh siswa.
Peran
dan tugas guru
Pertama,
guru seharusnya semua respond an saran siswa, khususnya pendapat dan perasaan
mereka, dengan cara tidak terkesan menghakimi. Kedua, guru harus membantu siswa
mebnelusuri sisi sisi yang berbeda dalam situasi permasalahan tertentu,
memperhitungkan dan mempertimbangkan alternative yang mucul dari sudut pandang
yang berbeda. Ketiga, dengan merekflesikan, memparafrasa dan merangkum respon
ini, guru dapat meningkatkan kesadaran siswa mengenai perasaan dan pikiran
sendiri.
Keempat, guru harus menitikberatkan bahwa
ada beberapa cara berbeda untuk memainkan peran yang sama, dan pula konsekuensi
berbeda yang akan mereka temui dari proses pemeranan ini. Kelima, ada banyak
cara alternative untuk memechkan suatu masalah : tidak ada satu jalan yang mutlak benar. Guru membantu siswa
mempertimbangkan dan melihat konsekuensi-konsekuensi dari solusi yang diperoleh
dan membandingkannya dengan alternative lain.
System dukungan
Materi
yang ada dalam role playing sangatlah sedikit, namun semuanya sama-sama
penting. Perangkat utamanya adalah situasi permasalahan.
Pengaruh
Role
playing diatur secara khusus untuk mendidik siswa dalam : 1. Menganalisis nilai
dan perilaku masing-masing. 2. Mengembangkan strategi pemecahan masalah
interpersonal ataupun personal. 3. Menngkatkan rasa empati terhadap orang lain.
Sementara itu pengaruh pengiringnya adalah untuk memperoleh infomasi mengenai
masalah dan norma social sekitar.
Kelebihan
·
Siswa bebas mengambil
keputusan dan berekspresi secara utuh.
·
Permainan merupakan
penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalm situasi dan waktu yang berbeda.
·
Guru dapat mengevaluasi
pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
·
Berkesan dengan kuat dan
tahan lama dalam ingatan siswa.
·
Sangat menarik bagi siswa
sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
·
Membangkitkan gairah dan
semangat optimism dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan
kesetiakawanan sosial yang tinggi.
·
Dapat menghayati
peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan dapat memetik butir-butir hikmah
yang terkandung didalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.
·
Dimungkinkan dapat
menigkatkan kemampuan professional siswa, dan dapt menumbuhkan / membuka
kesempatan bagi lapangan kerja.
Kelemahan
·
metode bermain peran
memerlukan waktu yang relative panjang/banyak.
·
Memerlukan kreativitas
dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Ini tidak semua guru
memilikinya.
·
Kebanyakan siswa yang
ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suaru adegan tertentu.
·
Apabila pelaksanaan
sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat member kesan
kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
·
Tidak semua materi
pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
D. Model
telaah/ Yurisprudensi
Model
pembelajaran yang dipelopori oleh Donal Oliver dan James P. Shave ini
berpendapat bahwa pemahaman masyarakat di mana setiap orang berbeda pandangan
dan prioritas satu sama lain, dan nilai-nilai sosialnya saling berkonfrontasi
satu sama lain. (Uno, Hamzah. 2008:31). Memecahkan masalah kompleks dan
kontroversial di dalam konteks aturan sosial yang produktif membutuhkan warga
negara yang mampu berbicara satu sama lain dan bernegosiasi tentang keberbedaan
tersebut.
Model ini dirancang untuk siswa dalam studi sosial dan
menyiratkan metode kasus sebuah studi, mengingatkan pendidikan hukum. Studi
kasus yang melibatkan masalah sosial di daerah-daerah di mana kebijakan publik
harus dilakukan (keadilan dan kesetaraan, kemiskinan dan kekuasaan dan
sebagainya) Mereka dituntun untuk mengidentifikasi kebijakan publik isu-isu
serta pilihan yang tersedia untuk berhubungan dengan mereka dan nilai-nilai
yang mendasari orang-orang pilihan. Model ini dapat digunakan di daerah manapun
di mana ada isu-isu kebijakan publik, karena etika misalnya dalam ilmu
pengetahuan, bisnis dan olahraga dan lain-lain.
Model ini didasarkan pada konsepsi masyarakat di mana
orang berbeda pandangan dan prioritas dan nilai-nilai sosial yang sah
bertentangan satu dengan lainnya. Menyelesaikan kompleks, isu-isu kontroversial
dalam konteks tatanan sosial yang produktif membutuhkan warga negara yang dapat
berbicara satu sama lain dan berhasil bernegosiasi tentang perbedaan
mereka.permasalahan daerah umum, masalah ras dan etnis, konflik keagamaan dan ideologis,
konflik keamanan individu, konflik antara kelompok-kelompok ekonomi, kesehatan,
pendidikan dan kesejahteraan keamanan bangsa.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran telaah yurisprudensi adalah metode
pembelajaran yang melatih siswa untuk peka terhadap permasalahan sosial,
mengambil sikap terhadap permasalahan tersebut, serta mempertahankan sikap
tersebut dengan argumentasi yang relevan dan valid.Model pembelajaran ini
membantu siswa untuk belajar berpikir secara sistematis tentang isu-isu
kontemporer yang sedang terjadi di masyarakat. Model ini juga mengajarkan siswa
untuk dapat menerima atau menghargai sikap orang lain terhadap suatu masalah
yang mungkin bertentangan dengan sikap yang ada pada dirinya.
Adapun
langkah-langkah pembelajaran telaah yurisprudensi melalui teori dialog
konfrontatif antara lain sebagai berikut ;
a. Orientasi
terhadap kasus
b. Mengidentifikasi
isu
b. Pengambilan
sikap
c. Menggali
argumentasi untuk mendukung sikap yang telah diambil
d. Memperjelas
ulang dan memperkuat sikap
e. Menguji
asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi
Sintaks
Model yurisprudensi:
1.
Orientasi untuk kasus
2.
Mengidentifikasi masalah
3.
Mengambil posisi
4.
Menjelajahi sikap yang mendasari posisi yang diambil
5.
Refining dan kualifikasi posisi
6.
Pengujian asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi.
Reaksi
dari model Yurisprudensi adalah:
1.
Mempertahankan iklim
intelektual yang kuat di mana semua pandangan dihormati; menghindari evaluasi
langsung pendapat siswa.
2.
Lihat bahwa isu-isu yang
benar-benar dieksplorasi
3.
Substansi berpikir siswa
melalui pertanyaan relevansi, konsistensi, spesifisitas, umum, kejelasan
definisi, dan kontinuitas.
Pengajaran
Model yurisprudensi Menjaga gaya dialektis; gunakan dialog konfrontatif,
mempertanyakan asumsi siswa dan menggunakan contoh yang spesifik (analogi)
untuk lebih berfariasi dengan laporan yang umum.Hindari mengambil sikap keras
kepala. konteks untuk mengeksplorasi situasi dari peristiwa sejarah untuk
menjelajahi adanya nilai hukum.Peran guru selama latihan ini sangatlah penting.
Siswa sebagai peneliti, juga mendiskusikan, dan berdebat, guru harus mendorong
siswa untuk melibatkan diri ke satu sisi masalah ini, tapi akan mendukung jika
mereka berubah pikiran ketika dihadapkan dengan bukti baru, dan mendorong
mereka untuk mempertimbangkan sudut pandang lain. Pada tiap saat, guru harus
tetap netral terhadap masalah ini, mendorong diferensiasi posisi, dan
mempromosikan sintesis dari posisi yang berbeda yang disajikan di depan kelas.
Aplikasi
Akhir dari model ini adalah fase yang paling penting. Dalam fase ini bahwa
siswa mengambil apa yang telah dipelajari dan menerapkannya ke lingkungan
mereka. Siswa harus mampu melihat nilai dalam ilmu yang telah mereka pelajari
dan melihat bahwa dengan pengetahuan ini mereka dapat memiliki dampak yang
muncul.
Daftar
pustaka
-Huda,
Miftahul…… Model-model pengajaran dan
pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar