Rabu, 01 Maret 2017

model pembelajaran sosial

A.    Model Pembelajaran  Sosial
 Model pembelajaran adalah pola yang digunakan dalam proses pembelajaran yang berisi berbagai teori pelaksanaan pembelajaran yang berkenaan dengan strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran, dan pendekatan pembelajaran. (Uno, Hamzah : 2008)
Mengapa dikatakan model pembelajaran social ? Karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam kategori ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model dalamkategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja secara produktif dalam masyarakat.
B.     Model Pembelajaran Kooperatif
Salah satu asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif (cooperativ learning) adalah bahwa sinergi yang muncul melalui kerjasama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar daripada melalui lingkungan kompetitif individual. Kelompok-kelompok sosial integratif memiliki pengaruh yang lebih besar daripada kelompok yang dibentuk secara berpasangan. Perasaan saling keterhubungan (feeling of connectedness), menurut mereka, dapat menghasilkan energi yang positif.
1.      Sintak
Tahap 1
a)        Guru memilih metode, teknik, dan struktur pembelajaran kooperatif
b)        Guru menata ruang kelas untuk pembelajaran kelompok
c)        Guru merangking siswa untuk pembentukan kelompok
d)        Guru menentukan jumlah kelompok
e)        Guru membentuk kelompok-kelompok
Tahap 2: Pelaksanaan Pembelajaran
a)      Siswa merancang team building dengan identitas kelompok
b)      Siswa dihadapkan pada persoalan
c)      Siswa mengeksplorasi persoalan
d)      Siswa merumuskan tugas dan menyelesaikan persoalan
e)      Siswa bekerja mandiri, lalu belajar kelompok
Tahap 3: Penilaian Kelompok
a)      Guru menilai dan menskor hasil kelompok
b)      Guru memberi penghargaan pada kelompok
c)      Guru dan siswa mengevaluasi perilaku anggota kelompok
2.      Sistem sosial
Sistem sosial dalam model kooperatif begitu menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis yang didasarkan pada kesepakatan kolektif antaranggota dalam setiap kelompok. Aktivitas kelompok disajikan melalui struktur eksternal minimalis yang dimediasi oleh seorang guru. Siswa maupun guru memiliki status yang sama namun peran yang berbeda dalam mengektifkan pembelajaran kooperatif ini.
3.      Peran/tugas guru
Dalam model ini, guru terkadang berperan sebagai konselor, konsultan, dan terkadang pula sebagai pemberi kritik yang ramah.
4.      Sistem dukungan
Sistem dukungan dalam pembelajaran kooperatif haruslah ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Sekolah harus dilengkapi dengan sebuah ruang perpustakaan yang menyediakan informasi dari berbagai macam media, sekolah juga harus bisa menyediakan akses terhadap referensi-referensi luar.
5.      Pengaruh
Model ini sangatlah menarik dan bermanfaat serta komprehensif, ia memadukan antara tujuan penelitian akademik, integrasi sosial, pembelajaran, proses kolektif. Model ini bisa diterapkan untuk semua subjek pelajaran pada siswa dalam semua tingkat umur, jika guru memang berkeinginan untuk menekankan proses formulasi dan pemecahan masalah dalam beberapa aspek ilmu pengetahuan dibanding memasukkan informasi yang belum terstruktur dan belum ditetapkan. Diantara pengaruh instruksional model ini adalah efektifitas pengelolaan kelompok, kontruksi pengetahuan dan disiplin dalam penelitian kolaboratif. Sementara itu, pengaruh pengiringnya antara lain : kemandirian sebagai pembelaja, penghargaan pada hak orang lain, penelitian sosial sebagai pandangan hidup, dan kehangatan dan interprestasi personal.

C.    Model Pembelajaran Bermain Peran
Bermain peran adalah sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan prilaku dirinya dan prilaku orang lain.
Model pembelajaran bermain peran merupakan puncak (klimaks) pada model pembelajaran berbicara.Artinya model pembelajaran ini sebagai tataran tertinggi dalam model pembelajaran berbicara.Jika dalam model pembelajaran lainya masih terdapat campur tangan guru, maka dalam bermain peran ini sudah hampir 100% murni dari inisiatif, spontanitas dan pemikiran peserta didik.Dalam praktiknya bermain peran ini menyerupai sandiwara atau drama, hanya saja dalam bentuk yang lebih kecil atau sederhana. Maka peserta didik akan memperoleh peran dan teks dialog yang harus dihafalkan untuk  ditampilkan di depan kelas
Terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
1.      Secara implicit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi “di sini pada saat ini”. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy[1][10] mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
2.      Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
3.      Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
4.      Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Dari empat asumsi di atas terlihat dengan jelas dasar pembelajaran bermain peran itu adalah untuk mengembangkan prilaku dan nilai-nilai sosial. Materi pembelajaran yang diberikan disesuaikan dengan kehidupan kekinian para siswa, peserta didik dapat mengungkapkan perasaannya drngan orientasi kebaikan dan kegagalan dari individu lain, peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal, dan  para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah.
 Dasar-dasar ini yang membuat model bermain peran banyak disukai, baik oleh peserta didik maupun para pendidik itu sendiri.Model ini disamping pelaksanaannya sangat menyentuh sampai ke asfek keterampilan yang dimiliki siswa, model ini juga sangat mudah dan praktis dalam pelaksaannya, lebih praktisnya model ini dapat digunakan dimana saja terutama di alam terbuka adalah suatu tempat yang sangat baik dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model bermain peran ini.
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk praktik menempatkan diri meraka dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai dan situasi yang akan menigkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain.
Sintak
Tahap 1: pemanasan suasana kelompok
a.       Guru mengidentifikasi dan memaparkan masalah
b.      Guru menjelaskan masalah
c.       Guru menafsirkan masalah
d.      Guru menjelaskan role playing/bermain peran

Tahap 2: seleksi partisipan
a.       Guru menganalis peran
b.      Guru memilih pemain (siswa) yang akan melakukan peran

Tahap 3 : pengaturan setting
a.       Guru mengatur sesi-sesi peran
b.      Guru menegaskan kembali tentang peran
c.       Guru dan siswa mendekati situasi  yang bermasalah

Tahap 4 ; persiapan pemilihan siswa sebagai pengamat
a.       Guru dan siswa memutuskan apa yang dibahas
b.      Guru memberi tugas pengamatan terhadap salah seorang siswa


Tahap 5 : pemeranan
a.       Guru dan siswa memulai role play
b.      Guru dan siswa mengukuhkan role play
c.       Guru dan siswa menyudahi role play

Tahap 6 : diskusi dan evaluasi
a.    Guru dan siswa mereview pemeranan (kejadian, posisi, kenyataan)
b.    Guru dan siswa mendiskusikan focus-fokus utama
c.    Guru dan siswa mengembangkan pemeranan selanjutnya.

Tahap 7 : pemeranan kembali
a.       Guru dan siswa memainkan peran yang berbeda
b.      Guru memberi masukan atau alternative perilaku dalam langkah selanjutnya.
Tahap 8 : diskusi dan evaluasi
Dilakukan sebagaimana pada tahap 6
Tahap 9 : sharing dan genaralisasi pengalaman
a.       Guru dan siswa menghubungkan situasi yang diperankan dengan kehidupan didunia nyata dan masalah-masalah yang muncul
b.      Guru menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku
System social
System social dalam model ini cukup terstruktur. Guru meiliki tanggung jawab, setidak-tidaknya pada awal permainan, untuk memulai tahap-tahap dan membimbing siswa melalui aktivitas dalam tiap tahap. Meski demikian materi khusus dalam diskusi dan pemeranan ditentukan oleh siswa.
Peran dan tugas guru
Pertama, guru seharusnya semua respond an saran siswa, khususnya pendapat dan perasaan mereka, dengan cara tidak terkesan menghakimi. Kedua, guru harus membantu siswa mebnelusuri sisi sisi yang berbeda dalam situasi permasalahan tertentu, memperhitungkan dan mempertimbangkan alternative yang mucul dari sudut pandang yang berbeda. Ketiga, dengan merekflesikan, memparafrasa dan merangkum respon ini, guru dapat meningkatkan kesadaran siswa mengenai perasaan dan pikiran sendiri.
Keempat, guru harus menitikberatkan bahwa ada beberapa cara berbeda untuk memainkan peran yang sama, dan pula konsekuensi berbeda yang akan mereka temui dari proses pemeranan ini. Kelima, ada banyak cara alternative untuk memechkan suatu masalah : tidak ada satu  jalan yang mutlak benar. Guru membantu siswa mempertimbangkan dan melihat konsekuensi-konsekuensi dari solusi yang diperoleh dan membandingkannya dengan alternative lain.
       System dukungan
Materi yang ada dalam role playing sangatlah sedikit, namun semuanya sama-sama penting. Perangkat utamanya adalah situasi permasalahan.
     Pengaruh
Role playing diatur secara khusus untuk mendidik siswa dalam : 1. Menganalisis nilai dan perilaku masing-masing. 2. Mengembangkan strategi pemecahan masalah interpersonal ataupun personal. 3. Menngkatkan rasa empati terhadap orang lain. Sementara itu pengaruh pengiringnya adalah untuk memperoleh infomasi mengenai masalah dan norma social sekitar.
Kelebihan
·      Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
·      Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalm situasi dan waktu yang berbeda.
·      Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
·      Berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.
·      Sangat menarik bagi siswa sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
·      Membangkitkan gairah dan semangat optimism dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi.
·      Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung didalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.
·      Dimungkinkan dapat menigkatkan kemampuan professional siswa, dan dapt menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja.
Kelemahan
·         metode bermain peran memerlukan waktu yang relative panjang/banyak.
·         Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Ini tidak semua guru memilikinya.
·         Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suaru adegan tertentu.
·         Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat member kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
·         Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

D.    Model telaah/ Yurisprudensi
Model pembelajaran yang dipelopori oleh Donal Oliver dan James P. Shave ini berpendapat bahwa pemahaman masyarakat di mana setiap orang berbeda pandangan dan prioritas satu sama lain, dan nilai-nilai sosialnya saling berkonfrontasi satu sama lain. (Uno, Hamzah. 2008:31). Memecahkan masalah kompleks dan kontroversial di dalam konteks aturan sosial yang produktif membutuhkan warga negara yang mampu berbicara satu sama lain dan bernegosiasi tentang keberbedaan tersebut.
Model ini dirancang untuk siswa dalam studi sosial dan menyiratkan metode kasus sebuah studi, mengingatkan pendidikan hukum. Studi kasus yang melibatkan masalah sosial di daerah-daerah di mana kebijakan publik harus dilakukan (keadilan dan kesetaraan, kemiskinan dan kekuasaan dan sebagainya) Mereka dituntun untuk mengidentifikasi kebijakan publik isu-isu serta pilihan yang tersedia untuk berhubungan dengan mereka dan nilai-nilai yang mendasari orang-orang pilihan. Model ini dapat digunakan di daerah manapun di mana ada isu-isu kebijakan publik, karena etika misalnya dalam ilmu pengetahuan, bisnis dan olahraga dan lain-lain.
Model ini didasarkan pada konsepsi masyarakat di mana orang berbeda pandangan dan prioritas dan nilai-nilai sosial yang sah bertentangan satu dengan lainnya. Menyelesaikan kompleks, isu-isu kontroversial dalam konteks tatanan sosial yang produktif membutuhkan warga negara yang dapat berbicara satu sama lain dan berhasil bernegosiasi tentang perbedaan mereka.permasalahan daerah umum, masalah ras dan etnis, konflik keagamaan dan ideologis, konflik keamanan individu, konflik antara kelompok-kelompok ekonomi, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan keamanan bangsa.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran telaah yurisprudensi adalah metode pembelajaran yang melatih siswa untuk peka terhadap permasalahan sosial, mengambil sikap terhadap permasalahan tersebut, serta mempertahankan sikap tersebut dengan argumentasi yang relevan dan valid.Model pembelajaran ini membantu siswa untuk belajar berpikir secara sistematis tentang isu-isu kontemporer yang sedang terjadi di masyarakat. Model ini juga mengajarkan siswa untuk dapat menerima atau menghargai sikap orang lain terhadap suatu masalah yang mungkin bertentangan dengan sikap yang ada pada dirinya.
Adapun langkah-langkah pembelajaran telaah yurisprudensi melalui teori dialog konfrontatif antara lain sebagai berikut ;
a.       Orientasi terhadap kasus
b.      Mengidentifikasi isu
b.      Pengambilan sikap
c.       Menggali argumentasi untuk mendukung sikap yang telah diambil
d.      Memperjelas ulang dan memperkuat sikap
e.       Menguji asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi
Sintaks Model yurisprudensi:
1. Orientasi untuk kasus
2. Mengidentifikasi masalah
3. Mengambil posisi
4. Menjelajahi sikap yang mendasari posisi yang diambil
5. Refining dan kualifikasi posisi
6. Pengujian asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi.
Reaksi dari model Yurisprudensi adalah:
1.         Mempertahankan iklim intelektual yang kuat di mana semua pandangan dihormati; menghindari evaluasi langsung pendapat siswa.
2.         Lihat bahwa isu-isu yang benar-benar dieksplorasi
3.         Substansi berpikir siswa melalui pertanyaan relevansi, konsistensi, spesifisitas, umum, kejelasan definisi, dan kontinuitas.
Pengajaran Model yurisprudensi Menjaga gaya dialektis; gunakan dialog konfrontatif, mempertanyakan asumsi siswa dan menggunakan contoh yang spesifik (analogi) untuk lebih berfariasi dengan laporan yang umum.Hindari mengambil sikap keras kepala. konteks untuk mengeksplorasi situasi dari peristiwa sejarah untuk menjelajahi adanya nilai hukum.Peran guru selama latihan ini sangatlah penting. Siswa sebagai peneliti, juga mendiskusikan, dan berdebat, guru harus mendorong siswa untuk melibatkan diri ke satu sisi masalah ini, tapi akan mendukung jika mereka berubah pikiran ketika dihadapkan dengan bukti baru, dan mendorong mereka untuk mempertimbangkan sudut pandang lain. Pada tiap saat, guru harus tetap netral terhadap masalah ini, mendorong diferensiasi posisi, dan mempromosikan sintesis dari posisi yang berbeda yang disajikan di depan kelas.
Aplikasi Akhir dari model ini adalah fase yang paling penting. Dalam fase ini bahwa siswa mengambil apa yang telah dipelajari dan menerapkannya ke lingkungan mereka. Siswa harus mampu melihat nilai dalam ilmu yang telah mereka pelajari dan melihat bahwa dengan pengetahuan ini mereka dapat memiliki dampak yang muncul.


Daftar pustaka

-Huda, Miftahul…… Model-model pengajaran dan pembelajaran.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar